Isaac Lihadji: Remaja Bandel Prancis Yang Jadi Rebutan Klub Top Eropa

“Efek Jadon Sancho” terus bertebaran di mana-mana. Inilah masalah yang harus dihadapi oleh tiap akademi sepakbola di seluruh dunia. Ya, sejak bintang muda Inggris itu meninggalkan Manchester City dan meledak di Borussia Dortmund sembari memecahkan rekor pada awal musim 2018/19, banyak pemain muda seperti dibukakan matanya terhadap pilihan-pilihan yang ada untuk membuat lompatan ke level…

“Efek Jadon Sancho” terus bertebaran di mana-mana. Inilah masalah yang harus dihadapi oleh tiap akademi sepakbola di seluruh dunia.

Ya, sejak bintang muda Inggris itu meninggalkan Manchester City dan meledak di Borussia Dortmund sembari memecahkan rekor pada awal musim 2018/19, banyak pemain muda seperti dibukakan matanya terhadap pilihan-pilihan yang ada untuk membuat lompatan ke level senior.

Selama dekade ke depan, barangkali akan semakin banyak wonderkid yang pindah secara gratis, meskipun mereka memiliki label harga setara delapan digit. Gara-gara Sancho, para pemain muda bersama agen mereka seperti menyandera klub yang telah membesarkan mereka demi mendapatkan uang lebih.

Pilihan Editor

  • VIRAL! Eks Pemain Timnas Indonesia Tendang Penonton Di Tribune
  • Marvel, Calon Jenderal Baru Real Madrid Penerus Sergio Ramos
  • Legenda Persija Jakarta Bambang Pamungkas Dilaporkan Ke Polisi, Dituduh Telantarkan Anak
  • NxGn Power Ranking Piala AFF 2020: Egy Maulana Vikri, Suphanat Mueanta & Luqman Hakim Favorit Untuk Raih Trofi Individual

Salah satu contoh kasus adalah Isaac Lihadji dan Olympique Marseille. Pemain 18 tahun ini digadang-gadang bakal bersinar di tim utama, tetapi waktunya bersama Marseille telah berakhir pada musim panas kemarin. Perselisihan kontrak jadi cerita dominan di tengah kampanye debutnya.

Lahir di Marseille, Lihadji harus kehilangan ayahnya saat masih berusia sembilan tahun. Ia memulai pendidikan sepakbolanya bersama Septemes-les-Vallons, sebuah klub yang dikenal pernah mengasuh Zinedine Zidane muda sebelum menjadi salah satu gelandang terhebat sepanjang masa.

“Dia tidak memiliki klub maupun tim. Saat itu, dia bukan orang yang luar biasa, dia bermain biasa saja seperti yang lain,” kata presiden Septemes, Salah Nasri, kepada Actufoot tentang Lihadji. “Kemudian, berkat pelatihan kami, dia berkembang dari waktu ke waktu. Dia menonjol cukup cepat.”

*Statistik per Februari 2020

Saat berada di sana, dia dipantau secara intens oleh Barcelona. Bahkan Lihadji sempat diundang Barcelona dalam sesi pelatihan saat liburan sekolah, yang membuatnya hampir pindah ke Catalunya. Sayang, cedera patah tulang kering pada November 2013 menghalangi kepindahan itu

“Tanpa cedera tersebut, dia mungkin sudah berada di Barca,” kata Michael Zamora, pemandu bakat Blaugrana yang memantau Lihadji, kepada L’Equipe. “Dia bermimpi pergi ke Barca, dia menangis,” terang Nasri. “Kami harus membuatnya paham bahwa ini hanya masalah waktu. Isaac ingin bermain di salah satu dari lima klub top Eropa.”

Setelah fit kembali, Marseille mengasuh Lihadji pada usia 14 tahun. Kampiun Prancis 10 kali itu sedang kekurangan talenta dari akademi mereka dan tidak pernah melahirkan bakat menonjol sejak Ayew bersaudara, Andre dan Jordan, muncul ke permukaan. Jadi, ketika ada laporan positif dari Lihadji, maka muncul kegembiraan di Marseille.

Setelah sukses membuat terkesan pelatih baru OM Andre Villas-Boas di pramusim, Lihadji menjalani debut seniornya pada 24 September 2019. Ia turun dari bangku cadangan dan melakoni 12 menit terakhir melawan Dijon. Dua minggu kemudian dia kembali ke lapangan, tampil singkat selama 11 menit sebagai pemain pengganti melawan Amiens.

“Saya tahu bahwa saya sangat ditunggu-tunggu, tetapi Anda harus berhati-hati agar tidak terlalu terburu-buru,” kata Lihadji kepada L’Equipe setelah menjalani debutnya di level senior. “Saya akan melakukan segalanya agar orang-orang bangga dengan saya. Villas-Boas memberi saya banyak nasihat. Menjadi pemain kunci untuk OM adalah tujuan saya.”

Ia kemudian berangkat ke Brasil sebagai bagian dari skuad Prancis untuk Piala Dunia U-17 dan memainkan peran penting dalam perjalanan mereka ke semifinal, mencetak tiga gol dan memberikan dua assist di sepanjang turnamen. Les Bleuets hanya kalah dari tim tuan rumah yang pada akhirnya menjadi juara.

Awal musim yang bagus tersebut tentu menghadirkan fondasi untuk bagus kuat bagi Lihadji untuk memasuki periode Natal dan paruh kedua musim. Namun, sejak saat itu, Lihadji mendadak menghilang di skuad Marseille.

Sekembalinya dari Brasil, muncul kabar soal negosiasi kontrak senior pertama Lihadji bersama Marseille. Namun, segalanya menjadi jelas bahwa kedua pihak tidak sepakat dalam negosiasi mereka.

Pada 24 November, Lihadji masuk dalam skuad dalam laga tandang Marseille ke Toulouse, tapi ia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan bermain. Situasi ini berbeda dengan pemain akademi lainnya, gelandang berbakat Marley Ake.

“Saya menunggu tandatangannya [agar berkomitmen di Marseille]. Di Toulouse, saya lebih memilih untuk menurunkan Marley [alih-alih Lihadji] pada menit-menit terakhir,” kata Villas-Boas dalam jumpa pers kala itu.

“Tentu saja saya bisa memainkan Lihadji. Namun apa gunanya jika dia kemudian bermain untuk Monaco, atau untuk PSG? Saya membela kepentingan klub, Di antara Ake, yang memiliki masa depan di sini, dan Isaac, saya telah membuat pilihan.”

Pertandingan di Toulouse itu menandai terakhir kalinya Lihadji terlibat bersama Marseille. Pada awal Januari 2020, terdapat kabar yang menyebut bahwa negosiasi sang pemain dan klub terus mengalami jalan buntu. Lihadji pun dipastikan akan pergi di musim panas.

“Fokus kami sekarang adalah menjadikan akademi sebagai jantung strategi kami. Kami ingin menekankan kepada para remaja berusia 16 atau 17 tahun bahwa mereka memiliki peluang luar biasa untuk bermain di tim utama dan mengenakan seragam kebesaran OM,” kata presiden Marseille Jacques-Henri Eyraud kepada RMC, menanggapi kabar gagalnya negosiasi dengan Lihadji.

“Oleh karena itu, saya sangat ingin orang-orang muda di sini menunjukkan keinginan, tekad, rasa hormat terhadap klub ini dan seragam yang dikenakannya. Tanpa kriteria ini, tidak akan ada masa depan bagi mereka di Olympique de Marseille.” Pesannya sangat jelas, bahwa Lihadji sudah dianggap tidak respek kepada Marseille.

Manchester United, Arsenal, Borussia Dortmund, Tottenham, dan Lille semuanya dikabarkan menaruh minat pada Lihadji, sosok sayap kanan berbakat yang juga bisa bermain di tengah. Bahkan ada laporan, Barcelona juga tertarik untuk memboyong pemain yang hampir mereka rekrut tujuh tahun lalu itu.

Lille pada akhirnya jadi pemenang dalam perburuan Lihadji. Namun, cepat atau lambat, ‘efek Sancho’ akan menghantui Lille. Remaja seperti Lihadji tentu ingin memanfaatkan kesempatan yang tersedia di masa mendatang, yakni pindah ke klub yang lebih besar tanpa menunggu berlama-lama.

Tags: